melajang di usia 30 an benarkah sebuah pilihan

Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan?



Rekans ,... pasti sudah paham, tahun ini saya bertambah usia. Yang kata orang termasuk usia 'paranoid' untuk wanita. Kenapa? Karena di usia ini saya masih melajang, Alhamdulillah. ... loh kok? Yah... inilah jalan hidup Alloh bagi saya. Kalau tahun-tahun lalu saya memaksakan diri menikah, nggak yakin deh cita-cita saya sebagai redaktur, reporter, penulis, editor, dan sebagainya akan kesampaian seperti sekarang. But... who knows?

Tapi... nggak bisa dipungkiri saya sempat mengalami masa-masa melow menjelang dan setelah angka parno itu menghinggapi saya. Bahkan saya nggak mau mengingat hari ultah saya kemarin. Saya udah mewanti-wanti orang rumah, yang mau beli kue tar, jangan pajang lilin angka. Untungnya karena kesalahpahaman, kue tar itu nggak kebeli. Kami hanya syukuran dengan nasi kuning dan pernak-perniknya di rumah.



Kemarin itu.. secara nggak sengaja saya nonton acara 'Cinta' di O'Channel dengan tema yang 'gue banget', yakni "Melajang di usia 30". Hmmm... meski enggan nonton, tapi saya yang saat itu kebetulan lagi melow lagi, memaksakan diri untuk melihat.

Nara sumbernya adalah Ratih Ibrahim (saya kurang paham, mungkin dia seorang psikolog, karena nontonnya telat). Dalam acara itu dibahas polemik mengapa sekarang banyak orang (baik pria maupun wanita) masih melajang di usia 30-an? Tapi karena kebanyakan wanita yang paling 'sensi' soal beginian, maka pembahasan lebih banyak ke urusan perempuannya.

Mbak Ratih bilang, dulu ada eranya di mana perempuan yang sudah menikah saat usia 20 an, maka akan dibilang laku, hebat, menikah merupakan prestasi. Jadi jika saat itu ada wanita hampir usia 30 belum menikah, ia akan merasa rendah diri. Tapi sekarang, eranya sudah bergeser. Wanita lebih memilih menyelesaikan pendidikan tingginya, lalu bekerja, kemudian menikah. So, deadline menikah mereka menjadi mundur, ntar aja usia 27 or 28 baru mikir nikah.

But, ketika usia sudah mencapai angka deadline, jodoh belum teraih, maka mulailah ia panik. Mengapa? Karena menikah masih dianggap sebuah achievement, sebuah prestasi, dan mungkin sebuah ujung dari kehidupan, terutama bagi wanita. Kemudian, mereka akan berpikir dari segi reproduksi, waduh.. gue udah 30 an nih, masih mungkin nggak ya hamil dan melahirkan? Bukankah resikonya lebih besar. Atau 'ancaman' bahwa perempuan yang belum hamil, melahirkan, dan menyusui di usia resiko itu akan mudah terkena penyakit kanker payudara dan kanker rahim.

Terus terang saya pun termasuk yang kepikiran soal reproduksi dan kesehatan ini. Kalo pria di umur 35 belum nikahpun dia masih tenang-tenang aja, ya karena masa reproduksi dia masih panjang. Sampai umur 60 juga masih bisa kali hamilin perempuan, tul kan?

Kemudian ada beberapa hal lain yang membuat wanita menjadi panik dan parno jika ia belum menikah di usia 30-an, selain faktor reproduksi dan kesehatan, yakni: Standar yang sudah ditentukan diri sendiri, bahwa ia harus menikah di usia 20 an, kemudian tuntutan keluarga (terutama ortu) dan tuntutan lingkungan, dan masalah achivement tadi.

Sehingga jika jodoh belum sampai padanya, maka si wanita lantas menjadi panik, dan seolah 'kejar setoran'. Yang dikhawatirkan, ia akan bertindak gegabah, hanya mementingkan emosinya, siapa saja oke deh, yang penting gue nikah!

Padahal menikah mengandung konsekwensi, kewajiban, dan tanggung jawab yang nggak mudah dan ringan. Menikah jangan dipikir enaknya aja. Apa-apa yang bisa dikerjakan saat lajang, belum tentu diperoleh saat perempuan itu telah menikah. Jika ia menikah karena alasan emosi (daripada dibilang nggak laku? Daripada gue nunggu lagi padahal umur udah segini, dan alasan-alasan lain yang nggak rasional) ditakutkan pernikahan itu nggak membawa kebahagiaan baginya.



Pertamyaannya, mengapa banyak wanita masih melajang di usia 30-an? Karena posisi wanita dan pria sudah semakin equal, semakin seimbang, membuat perempuan mencari partner hidup yang bisa mengimbanginya. Pendidikan perempuan semakin tinggi, karirnya semakin berkembang, tapi ia masih menuntut mendapatkan jodoh yang lebih tinggi dan lebih baik darinya. Sehingga kesempatannya lebih kecil dan ada anggapan apa... jangan-jangan kualitas pria sekarang yang malah menurun?

Kalau mencari yang setara dan cocok, mungkin kesempatan itu lebih lebar. Nggak bisa dipungkiri juga, sebagai lajanger di usia 30, kadang malah kita yang disalahin. Inipun saya mengalami. Kalo ketemu temen lama yang sudah momong anak dan tau saya belum menikah, komentarnya biasanya:

"Lo milih-milih kali..."

"Mentingin karir aja sih, elo, kapan nikahnya?"

"Nggak nyari sih...."

Menyakitkan memang. Emangnya saya harus laporan setiap lagi proses sama seorang pria? Plis deh.... kalopun proses itu mengalami kegagalan, atau ketidakcocokan, sederhananya. .. emang belum jodoh? Gimanapun Alloh lah penentu ujung ikhtiar kita. Yah, tapi komentar-komentar itu lebih mendingan, daripada disangka... nggak laku?

Lagian karir saya biasa aja, saya bukan orang yang terobsesi sama karir. Kalopun sekarang saya 'terpaksa' konsen ke karir dan karya... yah mumpung jomblo gitu, lohhh.... Masa diam di tempat aje???? Saya kan kudu mencari cara untuk membuat kejombloan saya berguna dan bermanfaat, tho?

Dibilang pemilih.... setiap orang pasti punya pilihan dan kriteria, sepanjang masih wajar. Apakah lantas karena usia sudah menginjak angka parno, kita main sabet yang ada di depan mata? Hanya demi menikah di usia yang kita inginkan? Bagaimana kalo jadinya pernikahan itu nggak membawa manfaat, hanya membawa mudharat? Nggak ok juga kan?

Misalnya ada seorang pria begajulan, kelakuannya nggak bener, namun ia cinta mati sama kita dan ngajak nikah, karena usia sudah parno, lantas kita terima dia? Begitukah pernikahan?

Kalau menikah hanya sebagai "status"... saya mungkin sudah menikah dari kapan tau. Tapi apakah itu tujuan sebenarnya dari sebuah pernikahan bagi wanita? Hanya untuk status?



Saya bersyukurnya, ortu memahami kondisi saya. Mereka bukan tipe penuntut, yang dikit-dikit usil,"Kapan dong Dek, umur tuh ingat, " atau..."Kamu nggak ada apa temen laki yang bisa diajak nikah?" atau.."Kok kamu nggak punya-punya pacar sih?" dan sebagainya.

Mereka membantu dengan doa dan sesekali nyariin juga. Ini juga menjadi problem mengapa wanita sekarang masih melajang di usia 30-an. Kadang kita suka gengsi kalo dicarikan atau dijodohkan orang. Seolah nggak laku, atau nggak punya pilihan sendiri. Padahal cara Islam pun seperti ini. Saya nggak anti dikenalkan seseorang lewat perantara, termasuk dari ortu. Yah, kenalan dulu apa salahnya? Ortu juga nggak maksa jadi kok? Kalo nggak cocok ngapain dipaksa? Betul bukan? Karena pintu jodoh kan dari mana aja, bisa temen sendiri, bisa dari guru ngaji, bisa dari ortu, bisa tetangga sendiri, atau bisa mantan pacar? Who knows?

Mbak Ratih juga bilang, open your self. Bergaul dengan banyak orang, banyakin temen. Kalo temen laki yang baik ama saya, sih saya akui banyak. Yang care, peduli, sedia membantu, Alhamdulillah. ...

Tapi emang saya rada 'anti' membawa temen lelaki ke rumah, karena saya menjaga perasaan Mama yang sebenarnya rada sensi soal ginian. Saya ngeri beliau berharap banyak dengan tamu lelaki saya itu. Setiap saya proses dengan pria, jika mengalami kegagalan, sakit hati saya lebih ke kasihan sama ortu. Saya sendiri lebih bisa mengatasi rasa kecewa, tapi saya nggak sanggup melihat kekecewaan di mata orang tua, terutama Mama.

Melihat ortu semakin tua, saya semakin takut kehilangan mereka. Kemarin waktu Mama ngomong (meski nadanya enjoy-enjoy aja) kalau mau minta dibiayain sama kakak saya yang di Batam (yang kebetulan ekonominya berlebih) untuk pasang gigi palsu karena giginya udah banyak yang tanggal, saya sempat menangis sendirian, Ya Alloh.... sudah semakin berkurangkah usia mereka?

Saya sedih belum bisa membahagiakan mereka. Bapak sudah berumur 70 tahun, Alhamdulillah masih sehat. Saya sedih belum bisa 'kaya raya'. Rasanya saya ingin meminta beliau berhenti kerja, nikmatin aja hari tuanya di rumah, wirausaha kek, nggak usah kerja tiap hari. Mama umurnya menjelang 60 tahun. Alhamdulillah meski punya penyakit tetap, tapi masih sehat juga, masih bisa wira-wiri arisan, ngaji, organisasi.

Semalam sih Bapak cerita dapat tawaran lain dari temannya, karena Bapak relasinya luas, di bidang penerbangan (dulu doi pilot, loh). Temennya minta doi gabung karena mau kirim mesin-mesin pesawat ke New Zealand. Doi punya relasi di NZ. Doakan ya supaya goal, supaya bapak saya kerjanya lebih enjoy, flexibel, dan berkah di tempat barunya ini.



Kok jadi ke mana-mana yak? Kemudian Mbak Ratih bilang lagi, banyak juga yang memilih melajang. Memang mereka nggak mau menikah. Kalau bagi lelaki bisa jadi melajang di usia 30 an adalah pilihan (karena merasa belum mapan, belum ada yang cocok, atau mungkin terlalu pemilih... terutama soal fisik), tapi pada wanita? Mungkin sebagian besar karena kondisi, ya... jodohnya belum nyantol, mau diapain.

Meski ada juga yang menyalahkan kenapa wanita nggak mau agresif, wanita bisa milih juga kok, dulu jaman Rasulullah Saw kan wanita suka menawarkan diri untuk dinikahkan pada lelaki sholeh.

Kalau saya sendiri sih... takut salah pilih... apa iya dia orang yang bener dan sholeh, kalau salah gimana? Belum lagi kalo ditolak, mungkin perempuan lebih sensi soal penolakan ini ya, trus... budaya kita emang cenderung meminta perempuan menanti dipinang kan? Usahanya ya berdoa, bergaul, dan minta dicarikan oleh orang lain. Atau... lelakinya nggak biasa 'ditembak' duluan. Maka jangan hanya perempuan aja yang disalahkan dong, lelakinya juga kudu menyesuaikan diri dengan cara yang sebenarnya sudah ada dari jaman Rasul itu.



Gimanapun saya bersyukur Alloh masih memberikan kesempatan yang luas bagi saya untuk melebarkan sayap. Pada waktunya jodoh akan datang kok. Kalo saya ngaji dan melihat temen ngaji sibuk sama bayinya, di rumah katanya nggak bisa ngapa-ngapain karena anaknya nuntut perhatian melulu, saya jadi bersyukur... iya ya.. saya masih bisa ngetik tanpa ada yang protes, masih bisa menikmati waktu untuk diri sendiri, dan kesempatan-kesempat an lainnya.

Parahnya...bisikan syetan suka mampir, yang membuat saya kadang kepikiran: hmm.. gue nikahnya ntar aja kali ya... kok ngeliat mereka-mereka yang udah nikah malah repot banget sih? Terpasung. Enakan lajang.... Astaghfirullah. .. mungkin ini godaan bagi yang kelamaan jomblo. Duh, jangan sampe saya kepikiran untuk nggak nikah, deh.... gaswat, ntar nggak masuk golongan umat Rasulullah Saw.



Usaha sih jalan terus. Makanya saya ngebet banget nih umroh, mau 'charge' iman, doakan ya dana saya segera cukup rekans... thanks atas waktu sharingnya.

Jadi.. benarkah melajang di usia 30-an itu pilihan? Gimana pendapat rekans???



[Sharing] Dari: [Sharing] Dari: Laura Khalida

Komentar